Dengan perhitungan yang cermat, ternyata hampir keseluruhan lokasi menarik di area gunung Lawu tersebut, bisa ditempuh hanya dalam waktu dua hari satu malam saja.
Awal perjalanan dimulai dari kota Solo, Jawa Tengah pada pagi hari. Dari kota Solo, ke arah Tawangmangu, kemudian menuju Sarangan. Perjalanan menuju Sarangan dari Solo, akan melewati beberapa lokasi peninggalan kerajaan Majapahit.
Lokasi pertama yang menarik untuk dikunjungi merupakan kompleks candi Cetho dan Sukuh. Kompleks candi tersebut berada di kiri jalan sebelum terminal Tawangmangu. Jalan menuju candi - candi tersebut terlihat mudah, karena terdapat gapura besar dibagian kiri jalan. Setelah melewati gapura, jalan akan terpecah dua lagi, menuju ke masing - masing candi.
Candi Cetho |
Banyak hal unik dikompleks candi tersebut. Termasuk ukiran - ukiran di dinding candi. Salah satu ukiran yang menarik merupakan gambar tentara, yang berada di candi Sukuh. Dalam ukiran tersebut terlihat pakaian perang yang digunakan tentara mirip dengan yang dimiliki bangsa Arya, pembuat piramida di pegunungan Inca.
Candi Sukuh |
Usai berendam, biasanya perut lapar memanggil. Tak perlu repot - repot mencari makanan, disekitar air terjun Grojogan Sewu terdapat banyak tempat makan, yang menawarkan sate kelinci. Menurut beberapa sumber, kebiasaan memakan sate kelinci ini juga merupakan peninggalan orang - orang Majapahit. Kalau dulu, mungkin hanya raja yang bisa sering makan sate kelinci, sekarang siapa saja bisa makan sate tersebut, asal punya uang cukup.
Cemoro Kandhang |
Bila perjalanan diteruskan, maka akan menemui daerah Poncolono. Di sini dapat juga merasakan mandi dengan air belerang. Selain itu dapat juga melihat pemandangan lepas ke arah Jawa Timur. Pemandangan dari Poncolono akan makin indah pada saat sore hari. Pemandangan akan terlihat luas dengan variasi pandangan antara hutan dan kota - kota kecil, dengan liukan jalan.
Sebelum malam makin gelap, sebaiknya kembali menuju kota Tawangmangu. Banyak terdapat penginapan dikota tersebut. Harga yang ditawarkan bervariasi pula. Namun dengan pelayanan yang tidak mengecewakan. Paling tidak bisa beristirahat dengan lebih nyaman, sebelum mendaki ke puncak gunung Lawu, pada hari berikutnya.
Peninggalan Majapahit tak hanya air terjun, makan sate kelinci, dan tanaman obat. Berjalan menuju puncak gunung Lawu, juga harus dilakukan. Mengingat lokasi moksa raja terakhir Majapahit, Brawijaya V, berada tak jauh dari puncak Lawu.
Usahakan sepagi mungkin sudah pergi dari penginapan di Tawangmangu. Langsung menuju pos pendakian Cemoro Kandang, yang berada disebelah kiri jalan sebelum perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sebenarnya mendaki ke puncak gunung Lawu, lazimnya bisa ditempuh melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Cemoro Sewu, Cemoro Kandang dan jalur candi Cetho. Kalau melalui Cemoro Sewu, jalur cenderung terjal, meskipun lebih dekat. Sementara jalur Candi Cetho, terlalu jauh karena bisa memakan waktu hingga 13 jam, hanya untuk mendaki saja.
Jalur terbaik menurut kami adalah melalui pos pendakian Cemoro Kandang. Karena jalur cenderung datar, sehingga dapat ditempuh oleh berbagai umur, asalkan memiliki stamina sehat untuk mendaki gunung. Sementara masalah waktu tempuh, jalur Cemoro Kandang sebenarnya hanya berbeda waktu tempuh sedikit lebih lama, daripada jalur Cemoro Sewu.
Setelah melakukan proses perijinan di pos pendakian Cemoro Kandang, perjalanan dimulai menuju Pos 1 yang bernama Taman Sari Bawah. Pos 1 ini berada di ketinggian 2.300 meter diatas permukaan laut ( mdpl ). Jarak tempuhnya hanya sekitar satu jam dari pos awal Cemoro Kandang.
Menuju Pos 2 yang bernama Taman Sari Atas, kondisi jalur tak banyak berubah. Dominan dipenuhi tumbuhan pohon kecil dipinggir jalur. Keseluruhan trek dapat dengan mudah dilewati, karena sangat jelas dan tidak memiliki kemiringan terjal. Di Pos 2 dapat juga melihat kawah Candradimuko, yang masih kerap mengepulkan asap tebal.
Setelah melewati dua buah jalan lembah memutar, akan ditemui pos bayangan. Dari pos 2 ke pos bayangan, bisa ditempuh hanya dalam waktu 30 menit. Jalur kemudian mulai menanjak dari pos bayangan menuju pos 3, atau sering disebut Penggik.
Pos Penggik |
Menuju pos 4, perjalanan makin terasa berat karena mendaki, dan kebanyakan berisi tanah bebatuan keras. Namun bila sudah mencapai pos 4, rasa lelah seketika hilang. Pos 4 atau dikenal sebagai Cokro Suryo merupakan tanah datar yang berada diantara beberapa puncakan bukit.
Kebanyakan alas tanah dipenuhi rumput, sehingga terasa sejuk bila sebentar berbaring diatasnya. Diantara rumput-rumput itu juga tersisa sebuah tempat persembahan, yang hingga kini masih dipergunakan oleh orang - orang yang khusus datang untuk melakukan ritual.
Kemudian akan ditemukan pertigaan, yang bila diteruskan akan menuju jalur Cemoro Sewu. Bila merasa lapar dan kurang membawa makanan, bisa meneruskan dahulu ke jalur Cemoro Sewu tersebut, karena akan menemukan warung Mbok Yem. Warung tersebut selalu buka setiap waktu, dan siap menerima tamu dengan pelayanan semampunya.
Bila terasa masih mampu, di pertigaan sebelum warung Mbok Yem, ambil jalur ke kanan yang menuju puncak. Setelah berjalan mendaki selama kurang lebih 30 menit maka akan ditemui tugu besar bernama Hargo Dumilah, yang juga merupakan puncak dari gunung Lawu.
Hargo Dumilah |
Tak jauh dari warung Mbok Yem terdapat lokasi moksa, raja Brawijaya V. Disana terdapat bangunan dengan dua pilar didepannya. Biasanya di awal bulan Muharram banyak orang yang datang, untuk melakukan ritual penyembahan di lokasi moksa raja Brawijaya V, yang disebut Hargo Dalem ini.
Hargo Dalem |
Total pendakian ke puncak Lawu, dari Cemoro Kandang bisa ditempuh selama enam jam. Sementara waktu turun bisa empat jam, melalui jalur yang sama. Jadi hanya perlu 10 jam untuk naik dan turun di gunung Lawu.
Dengan waktu tak terlalu lama seperti itu disarankan tidak terlalu banyak membawa peralatan untuk mendaki. Sediakan air dan makanan seperlunya, dan persiapkan juga sarana transportasi untuk membawa kembali ke Solo pada malam hari.
Source
0 comments:
Post a Comment