Isbal artinya melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki, dan hal ini terlarang secara tegas baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang muslim yang telah ridho Islam sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun ada sebagian kalangan yang dianggap berilmu, menolak (larangan) isbal dengan alasan yang rapuh seperti klaim mereka kalau tidak sombong maka dibolehkan?!
Untuk lebih jelasnya, berikut kami paparkan perkara yang sebenarnya tentang isbal agar menjadi pelita bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Amin. Wallahul Musta’an.
A. DEFINISI ISBAL
Isbal secara bahasa adalah masdar dari “asbala”, “yusbilu-isbaalan”, yang bermakna “irkhaa-an”, yang artinya; menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul ‘Aroby rahimahullah dan selainnya adalah ; memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul 'Arob, Ibnul Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339]
B. BATAS PAKAIAN MUSLIM
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan batas-batas syar’I terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits berikut:.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya di neraka. Barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak akan melihatnya” [Hadits Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331]
Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah : “Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah hendaklah sarung seorang muslim hingga setengah betis, dan dibolehkan turun dari itu hingga di atas mata kaki. Apa saja yang dibawah mata kaki maka hal itu terlarang dan haram.[ Aunul Ma’bud 11/103]
Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.
“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang otot betisku lalu bersabda, “Ini merupakan batas bawah kain sarung. Jika engkau enggan maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau masih enggan juga, maka tidak ada hak
bagi sarung pada mata kaki” [Hadits Riwayat. Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1765]
Hadits-hadits di atas mengisyaratkan bahwa panjang pakaian seorang muslim tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama hingga setengah betis, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya yang banyak
Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata.
Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah Hamro’ seakan-akan
saya melihat kedua betisnya yang sangat putih” [Tirmidzi dalam Sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, dan Ahmad 4/308]
‘Ubaid bin Khalid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil berkata, “Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan.” Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang mahal). Rasulullah menjawab, “Tidakkah pada diriku terdapat teladan?” Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”.[Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah, hal. 69]
.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memanjangkan celananya hingga melebihi mata kaki. Beliau menjawab :’ Panjangnya qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Majmu' Fatawa 22/14]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “ Walhasil, ada dua keadaan bagi laki-laaki; dianjurkan yaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh yaitu hingga di atas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta” [Fathul Bari 10/320]
C. DALIL-DALIL HARAMNYA ISBAL
Pertama.
“Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata : “Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab : “Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” [Hadits Riwayat Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa'i 4455, Darimi 2608. Lihat
Irwa': 900]
Kedua.
“Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.” [Hadits Riwayat Bukhari 5783, Muslim 2085]
Ketiga.
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi ersabda : “Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka.” [Hadits Riwayat Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96]
Keempat
“Dari Mughiroh bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu, adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang isbal.” [Hadits Riwayat. Ibnu Majah 3574, Ahmad 4/26, Thobroni dalam Al-Kabir 7909. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 2862]
Kelima
“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 770]
Keenam
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, : “Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurku seraya berkata, “Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!” Aku pun meninggikannya. Beliau bersabda lagi, “Tinggikan lagi!” Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya, “Seberapa tingginya?” “Sampai setengah betis.”[Hadits Riwayat Muslim 2086. Ahmad 2/33]
Berkata Syakh Al-Albani rahimahullah, : “Hadits ini sangat jelas sekali bahwa kewajiban seorang muslim hendaklah tidak menjulurkan pakaiannya hingga melebihi kedua mata kaki. Bahkan hendaklah ia meninggikannya hingga batas mata kaki, walaupun dia tidak bertujuan sombong, dan di dalam hadits ini terdapat bantahan kepada orang-orang yang isbal dengan sangkaan bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong! Tidakkah mereka meninggalkan hal ini demi mencontohkan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Ibnu Umar?? Ataukah mereka merasa hatinya lebih suci dari Ibnu Umar?” [Ash-Shahihah: 4/95]
Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid :” Dan hadits-hadits tentang pelarangan isbal mencapai derajat mutawatir makna, tercantum dalam kitab-kitab shohih, sunan-sunan, ataupun musnad-musnad, diriwayatkan dari banyak sekali oleh sekelompok para sahabat. Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut hingga dua puluh dua orang. Lanjutnya : “ Seluruh hadits tersebut menunjukkan larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena di dalamnya terdapat ancaman yang sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman atau kemurkaan, maka diharamkan, dan termasuk dosa besar, tidak dihapus dan diangkat hukumnya. Bahkan termasuk hukum-hukum syar’i yang kekal pengharamannya.”[Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh, hal. 19]
D. DAMPAK NEGATIF ISBAL
Isbal kehaaramannya telah jelas, bahkan di dalam isbal terdapat beberapa kemungkaran yang tidak bisa diangga remeh, berikut sebagiannya..
1. Menyelisihi Sunnah
Menyelesihi sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap enteng dan ringan, karena kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi dien dalam segala perkara baik datangnya dari Al-Qur’an atau Sunnah.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul, takut akan di timpa cobaan (fitnah) atau ditimpa adzab yang pedih” [An-Nur : 63]
2. Mendapat Ancaman Neraka
Berdasarkan hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka [2], bagi yang melabuhkan pakaiannya, baik karena sombong taupun tidak.
[3]. Termasuk Kesombongan
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah : “Kesimpulannya isbal melazimkan menarik pakaian, dan menarik pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong” (Fathul Bari 10/325). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770]
Berkata Ibnul Aroby rahimahullah : “Tidak boleh bagi laki-laki untuk memanjangkan pakaiannya melebihi kedua mata kaki, meski dia mengatakan : “Aku tidak menariknya karena sombong”, karena larangan hadits secara lafazh mecakup pula bagi yang tidak sombong, maka tidak boleh bagi yang telah tercakup dalam larangan, kemudian berkata : “Aku tidak mau melaksanakannya karena sebab larangan tersebut tidak ada pada diriku”, ucapan semacam ini merupakan klaim yang tidak bisa diterima, bahkan memanjangkan pakaian itu sendiri menunjukkan kesombongan” [Fathul Bari 10/325]
4. Menyerupai Wanita
Isbal bagi wanita disyari’atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan untuk menampakkan anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang isbal berarti mereka telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu terlarang secara tegas, berdasarkan hadits.
Dari Ibnu Abbas ia berkata ; “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [Hadits Riwayat Bukhari 5885, Abu Dawud 4097, Tirmidzi 2785, Ibnu Majah 1904]
Imam At-Thobari berkata : “Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita di dalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula sebaliknya” [Fathul Bari II/521]
Dari Khorsyah bin Hirr berkata : “Aku melihat Umar bin Khaththab, kemudian ada seorang pemuda yang melabuhkan sarungnya lewat di hadapannya. Maka Umar menegurnya seraya berkata : “Apakah kamu orang yang haidh?” pemuda tersebut menjawab : “Wahai amirul mukminin apakah laki-laki itu mengalami haidh?” Umar menjawab ; “Lantas mengapa engkau melabuhkan sarungmu melewati mata kaki?” kemudian Umar minta diambilkan guting lalu memotong bagian sarung yang melebihi kedua mata kakinya”. Kharsyah berkata : “Seakan-akan aku melihat benang-benang di ujung sarung itu” [Hadits Riwayat Ibnu Syaibah 8/393 dengan sanad yang shohih, lihat Al-Isbal Lighoiril Khuyala, hal. 18]
Akan tetapi laa haula wal quwwata illa billah, zaman sekarang yang katanya modern, patokan berpakaian terbalik, yang laki-laki melabuhkan pakaianya menyerupai wanita dan tidak terlihat darinya kecuali wajah dan telapak tangan!, Yang wanita membuka pakaianya hingga terlihat dua betisnya bahkan lebih dari itu. Yang lebih tragis lagi terlontar cemoohan dan ejekan kepada laki-laki yang memendekkan pakaiannya karena mencontoh Nabi dan para sahabat. Manusia zaman sekarang meman aneh, mereka mencela dan mengejek para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulnya, akhirnya kepada Alloh kita mengadu” [Al-Isbal Lighoiril Khuyala hal. 18]
5. Berlebih Lebihan
Tidak ragu lagi syari’at yang mulia ini telah memberikan batas-batas berpakaian, maka barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah belebih-lebihan.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” [Al-A’raf : 31]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Apabila pakaian melebihi batas semestinya, maka larangannya dari segi isrof (berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman” [Fathul Bari II/436]
6. Terkena Najis
Orang yang isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel dan mengenai sarungnya tanpa ia sadari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan dalam lafazh yang lain lebih suci dan bersih” [Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah hal. 69]
F. SYUBHAT DAN JAWABANNYA
Orang yang membolehkan isbal melontarkan syubhat yang cukup banyak, di antara yang sering muncul ke permukaan adalah klaim mereka bahwa isbal jika tidak sombong dibolehkan. Oleh karena itu penulis perlu menjawab dalil-dalil yang biasa mereka gunakan untuk membolehkan isbal jika tidak bermaksud sombong.
Pertama : Hadits Ibnu Umar
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat!” Abu Bakar bertanya, “Ya Rasulullah, sarungku sering melorot kecuali bila aku menjaganya!” Rasulullah menjawab, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong.”[Hadits Riwayat Bukhari 5784]
Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong.”, bahwasanya isbal tidak sombong ibolehkan?!
Jawaban.
Berkata Syaikh Al-Albani : “Dan termasuk perkara yang aneh, ada sebagian orang yang mempunyai pengetahuan tentang Islam, mereka berdalil bolehnya memanjangkan pakaian atas dasar perkatan Abu Bakar ini. Maka aku katakan bahwa hadits di atas sangat gamblang bahwa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya, sarungnya selalu melorot tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk selalu menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara perbedaannya sangat jelas bagaikan matahari di siang bolong dengan apa yang terjadi pada diri Abu Bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita memohon kepada Allah keselamatan dari hawa nafsu. (As-Shohihah 6/401). Kemudian Syaikh berkata di tempat yang lain : “Dalam hadits riwayat Muslim, Ibnu Umar pernah lewat di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan sarungnya melorot, Rasulullah menegur Ibnu Umar dan berkata, “Wahai Abdulloh, naikkan sarungmu!”. Apabila Ibnu Umar saja yang termasuk sahabat yang mulia dan utama, Nabi tidak tinggal diam terhadap sarungnya yang melorot bahkan memerintahkannya untuk mengangkat sarung tersebut, bukankah ini menunjukkan bahwa isbal itu tidak berkaitan dengan sombong atau tidak sombong?! [Mukhtashar Syamail Muhammadiyyah hal. 11]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
”Artinya : Sesungguhnya pada yang demikian ini benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati atau apa yang menggunakan
pendengarannya, sedang ia menyaksikannya” [Qoof : 37]
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata : “Dan adapun orang yang berhujjah dengan hadits Abu Bakar, maka kita jawab dari dua sisi. “Pertama, bahwa salah satu sisi sarung Abu Bakar kadang melorot tanpa disengaja, maka beliau tidak menurunkan sarungnya atas kehendak dirinya dan ia selalu berusaha menjaganya. Sedangkan orang yang mengklaim bahwa dirinya isbal karena tidak sombong, mereka menurunkan pakaian mereka karena kehendak mereka sendiri. Oleh karena itu, kita katakan kepada mereka, ‘Jika kalian menurunkan pakaian kalian di bawah mata kaki tanpa niat sombong, maka kalian akan diadzab dengan apa yang turun di bawah mata kaki dengan Neraka. Jika kalian menurunkan pakaian karena sombong, maka kalian akan diadzab dengan siksa yang lebih pedih, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan berbicara kepada kalian, tidak dilihat oleh-Nya, tidak disucikan oleh-Nya dan bagi kalian adzab yang pedih”. Yang kedua, Abu Bakar mendapat rekomendasi dan tazkiah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia bukan termasuk orang yang sombong, maka, apakah kalian juga mendapat tazkiah dan rekomendasi yang serupa?” [Fatawa Ulama Balad Haram hal. 1140]
”Artinya : Maka ambillah hal itu untuk menjadi pelajaran, hai orang yang mempunyai pandangan” [Al-Hasyr : 2]
.
Kedua : Mereka yang membolehkan isbal jika tidak sombong, menyangka bahwa hadits-hadits larangan isbal yang bersifat mutlak (umum), harus ditaqyid (dikaitkan) ke dalil-dalil yang menyebutkan lafazh khuyala’ (sombong), sesuai dengan kaidah ushul fiqh, “Hamlul Mutlak ‘alal Muqoyyad Wajib” (membawa nash yang mutlak ke muqoyyad adalah wajib).
Jawaban.
Kita katakan kepada mereka, “Itulah sejauh-jauhnya pengetahuan mereka.[An-Najm : 30]
.
Kemudian kaidah ushul “Hamlul Muthlaq ‘alal Muqoyyad” adalah kaidah yang telah disepakati dengan syarat-syarat tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak perkataan ahlul ilmi dalam masalah ini.
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah : “Isbal pakaian apabila karena sombong maka hukumannya Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak mengajak bicara dan tidak mensucikannya, serta baginya adzab yang pedih. Adapun apabila tidak karena sombong, maka hukumannya disiksa dengan neraka apa yang turun melebihi mata kaki, berdasarkan hadits.
Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih: orang yang memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”. Juga sabdanya : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, Adapun yang isbal karena tidak sombong, maka hukumannya sebagaimana dalam hadits : “Apa saja yang dibawah kedua mata kaki di dalam Neraka”. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mentaqyidnya dengan sombong atau tidak, maka tidak boleh mentaqyid hadits ini berdasarkan hadits yang lalu. Juga Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu telah berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki, dan apa yang turun di bawah mata kaki, maka bagiannya di neraka, barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya”.
Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua permisalan dalam satu hadits, dan ia menjelaskan perbedaan hukum keduanya karena perbedaan balasannya. Keduanya berbeda dalam perbuatan dan berbeda dalam hukum dan balasan. Maka selama hukum dan sebabnya berbeda, tidaklah boleh membawa yang mutlak ke muqoyyad (khusus), di antara syaratnya adalah bersatunya dua nash dalam satu hukum, apabila hukumnya berbeda, maka tidaklah ditaqyid salah satu keduanya dengan yang lain. Oleh karena itu ayat tayammum yang berbunyi :”Basuhlah mukamu dan tanganmu dengan tanah” tidak ditaqyid dengan ayat wudhu, “Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku” maka tayammum itu tidak sampai siku, karena mengharuskan perlawanan”[As’ilah Muhimmah hal, 29-30, Lihat pula Fatawa Syaikh Utsaimin 2/921, Isbal Lighoiril khuyala hal. 26]
Kesimpulannya ; Kaidah “Membawa nash yang mutlak ke muqoyyad wajib” adalah kaidah yang telah muttofak alaihi (disepakati) pada keadaan bersatunya hukum dan sebab. Maka tidak boleh membawa nash yang mutlak ke muqoyyad apabila hukum dan sebabnya berbeda, atau hukumnya berbeda dan sebabnya sama! [Lihat Ushul Fiqh Al-Islamy 1/217 karya Dr Wahbah Az-Zuhaili] [3]
G. KESIMPULAN
Dari pembahasan di muka, dapat disimpulkan:
1. Isbal adalah memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki, baik karena sombong maupun tidak, dan hal ini haram dilakukan bagi laki-laki.
2. Batasan pakaian seorang laki-laki ialah setengah betis, dan dibolehkan hingga di atas mata kaki, tidak lebih.
3. Hukum isbal itdak berlaku bagi wanita, bahkan mereka disyari’atkan menurunkan pakaiannya hingga sejengkal di bawah mata kaki.
4. Isbal pakaian tidak hanya sarung, berlaku bagi setiap jenis pakaian berupa celana, gamis, jubah, sorban dan segala sesuatu yang menjulur ke bawah.
5. Isbal karena sombong adalah dosa besar, oleh karena itu pelakunya berhak tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan baginya adzab yang pedih.
6. Isbal jika tidak sombong maka baginya adzab neraka apa yang turun di bawah mata kaki.
7. Isbal memiliki beberapa kemungkaran, sebagaimana telah berlalu penjelasannya
8. Klaim sebagian orang yang melakukan isbal dengan alasan tidak sombong merupakan klaim yang tidak bisa diterima. Maka bagi mereka, kami sarankan untuk memperdalam ilmu dan merujuk kalam ulama dalam masalah ini.
Demikian yang bisa kami sajikan tentang masalah isbal. Semoga tulisan ini ikhlas karena mengharap wajah-Nya dan bermanfaat bagi diri penulis serta kaum muslimin di manapun berada, amiin. Wallahu a’lam.
[[Disalin dari majalah Al Furqon, Edisi : 03/IV/Syawal 1425H. Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat : Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]
sumber:http://almanhaj.or.id/content/2115/slash/0/larangan-isbal-melabuhkan-pakaian-hingga-menutup-mata-kaki/
hadits tentang berpakaian Untuk Perempuan
Benarkah Wanita yang Berpakaian Tapi Telanjang Tidak Masuk Surga Bahkan Tidak Mencium Baunya?
Oleh: Ustadz Abu Abdillah Ahmad Zain, Lcبسم الله الرحمن الرحيم , الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه اجمعين, أما بعد:
Dibawah ini ada pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban atas hadits:عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dua golongan dari penghuni neraka yang belum aku temui; suatu kaum yang selalu membawa cemeti bagaikan ekor-ekor sapi, dengannya dia memukuli manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, cenderung tidak taat, berjalan melenggak-lenggok, rambut mereka seperti punuk onta, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga tercium dari jarak sekian“. (HR. Muslim)Pertanyaan 1:
Bagaimana dengan hadist ini: Disebutkan dalam hadits:
“Barangsiapa yang berjumpa Allah dengan tanpa mempersekutukanNya dengan sesuatu apa pun, niscaya ia masuk surga. Dan barangsiapa yang berjumpa Allah dengan mempersekutukannya pada sesuatu… pun, niscaya ia masuk neraka.” (HR. Muslim).Bukankah makna dari hadist ini bahwa satu-satunya dosa besar yang tidak terampuni adalah ‘merpersekutukan Allah/syirik besar’?.
Jawaban untuk pertanyaan 1:
Dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah Ta’ala adalah kesyirikan, jika pelakunya meninggal di dalam kesyirikan tersebut dan tidak bertaubat darinya selama hidupnya, dalilnya:
Allah Ta’ala berfirman:
{ إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا } [النساء: 48]
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An Nisa’: 48)عَنْ عَبْدِ اللَّهِ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « مَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ » . متفق عليه
Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang meninggal dalam keadaan mensyirikkan Allah dengan sesuatu maka niscaya dia masuk neraka”. (HR. Bukhari dan Muslim)Tetapi perlu diingat, bukan berarti dosa selain syirik tidak memasukkan seseorang ke dalam neraka. Seorang pelaku dosa selain syirik, maka di akhirat akan di bawah kehendak Allah Ta’ala, jika Allah menghendaki untuk mengampuninya, maka dia akan diampuni, sedangkan jika Allah menghendaki dia disiksa dulu di neraka kemudian dikeluarkan darinya maka itupun bisa juga terjadi.
Jadi, yang membedakan adalah, jika ada pelaku syirik dan meninggal dalam kesyirikan belum bertaubat darinya, maka kekal abadi di neraka, adapun pelaku dosa selain syirik dan meninggal dalam dosanya, belum bertaubat darinya maka orang ini sesuai dengan kehendak Allah Al Hakim (Maha Bijaksana, meletakkan segala perkara pada tempatnya), bisa Allah ampuni atau bisa Allah siksa di neraka.
Silahkan baca hadits-hadits yang ada di dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim yang menyebutkan bahwa ada seorang yang masuk ke dalam neraka kemudian dikeluarkan darinya.
Pertanyaan ke 2:
Apakah dosa wanita diatas termasuk syirik besar? sehingga dia kekal di neraka? Bukankah Allah tidak akan menyia2kan amalan kebaikan hambanya walaupun hanya sebesar biji zarah (asalkan hamba itu tidak syirik besar).
Jawaban untuk pertanyaan ke 2:
Wanita yang disebutkan di dalam hadits tidak melakukan syirik besar, tetapi telah melakukan dosa besar, karena di dalam hadits disebutkan ancaman yang khusus bagi wanita yang melakukan perbuatan tersebut.
Dan para ulama mendefinisikan dosa besar adalah: setiap dosa yang Allah akhiri hukumannya dengan neraka atau kemurkaan atau laknat atau siksa, dan ini adalah pendapat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Al Hasan al Bashri. (Lihat syarah Shahih Muslim, karya An Nawawi)
Ini permasalahan pertama yang perlu didudukkan.
Yang kedua, seseorang bisa saja akan kekal di dalam neraka bukan hanya karena syirik tetapi juga karena sebuah kekafiran. Dan kekafiran lebih luas daripada kesyirikan dari sisi sebabnya. Lebih jelasnya, mari perhatikan contoh di bawah ini:
- sesorang mendustakan Al Quran dan Hadits, maka dia dihukumi sebagai kafir tetapi dia tidak mensyirikkan Allah Ta’ala. (Lihat QS. Al Ankabut: 68)
- seseorang menyombongkan diri dengan syari’at Allah Ta’ala dan menolak mengerjakannya, padahal dia mengakui kebenarannya, maka dia dihukumi sebagai kafir tetapi dia tidak mensyirikkan Allah Ta’ala. (Lihat QS. Al Baqarah: 34)
- seseorang ragu akan kebenaran Al Quran dan Hadits, maka dia dihukumi sebagai kafir tetapi dia tidak mensyirikkan Allah Ta’ala. (Lihat QS. Al Kahfi: 35-38)
- seseorang berpaling dari syari’at Allah Ta’ala, menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, maka dia dihukumi sebagai kafir tetapi dia tidak mensyirikkan Allah Ta’ala. (Lihat QS. Al Ahqaf: 3)
- seseorang berlaku sifat munafik yaitu dilisannya mengatakan beriman tetapi dihatinya tetap pada kekufuran, seperti yang terjadi di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. maka dia dihukumi sebagai kafir tetapi dia tidak mensyirikkan Allah Ta’ala. (Lihat QS. Al Munafiqun: 3)
Nah, kalau sudah dipahami ini, oleh sebab inilah sebagian ulama menjelaskan kenapa wanita yang tersebut di dalam hadits di atas, tidak masuk surga bahkan tidak mencium baunya, sebabnya adalah: “Karena menghalalkan apa yang telah diharaman oleh Allah Ta’ala”. Dan ini termasuk perbuatan kekufuran yang bisa menyebabkan seseorang kekal abadi di neraka.
Kalau ingin ditegaskan lagi, berarti setiap muslim yang menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, maka dia kafir, tentunya setelah iqamat Al hujjah (ditegakkan alasan) kepadanya.
Mari perhatikan perkataan Ibnu Qudamah rahimahullah:
ومن اعتقد حل شيء أجمع على تحريمه وظهر حكمه بين المسلمين وزالت الشبهة فيه للنصوص الواردة فيه كلحم الخنزير والزنا وأشباه هذا مما لا خلاف فيه كفر.
Artinya: “Dan barangsiapa yang menghalalkan sesuatu yang telah disepakati keharamannya dan terlihat hukumnya berlaku ditengah-tengah kaum muslim serta hilangnya kesamaran di dalamnya karena terdapatnya dalil-dalil dalam permasalahan tersebut seperti daging babi, zina dan yang semisal ini yang tidak ada perselisihan di dalamnya maka perbuatan tersebut adalah bentuk kekafiran”. (Lihat al Mughni, karya Ibnu Qaudamah)Pertanyaan ke 3:
“Barangsiapa yang berjumpa Allah dengan tanpa mempersekutukanNya dengan sesuatu apa pun, niscaya ia masuk surga. Dan barangsiapa yang berjumpa Allah dengan mempersekutukannya pada sesuatu pun, niscaya ia masuk neraka.” (HR. Muslim).Apakah makna dari hadist diatas adalah: satu2nya dosa yg tidak akan terampuni adalah dosa syirik?
Jawaban untuk pertanyaan ke 3:
Makna hadits di atas adalah, siapa berjumpa dengan Allah Ta’ala nanti di akhirat dan selama hidupnya dia tidak menyekutukan Allah Ta’ala, maka dia akan masuk surga dan sebaliknya.
Tetapi yang perlu juga dicermati disini, terkadang seseorang tidak pernah berbuat syirik selam hidupnya, tetapi pernah bahkan sering melakukan maksiat dan dosa, contohnya dusta, tidak amanah, menzhalimi orang, tidak memakai jilbab dst.
Maka dosa-dosa ini harus dipertanggung jawabkan dihadapan Allah Ta’ala, jika Allah menghendaki diampuni dan masuk surga, dan jika Allah menghendaki, orang tersebut akan disiksa dulu di neraka, sesuai dengan kehendak-Nya tetapi tidak akan kekal didalamnya, karena yang mengekalkan seseorang di dalam neraka adalah dosa syirik dan kekufuran.
Dan perlu diingat juga, bahwa syirik penekanannya lebih kepada menyekutukan Allah dalam ibadah sedangkan kufur penekanannya lebih kepada pendustaan, penolakan, keraguan atas syari’at-syari’at Allah Ta’ala.
Tetapi terkadang seorang musyrik dinamakan kafir dan seorang kafir dinamakan musyrik, mari perhatikan hal-hal di bawah ini:
( وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ ) المؤمنون/117
Artinya: “Dan barang siapa berdoa kepada semabahan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung”. (QS. Al Mu’minun: 117)( ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ .إِنْ تَدْعُوهُمْ لا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ ) فاطر/13، 14
Artinya: “Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari”. “Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”. (QS. Fathir: 13-14)Di dalam surat Al Mu’minun Allah menamai orang yang berdoa kepada selain-Nya, sebagai orang kafir dan di dalam surat Fathir, Allah Ta’ala menamai orang yang berdoa kepada selain-Nya musyrik.
Hal ini menunjukkan bahwa kadang syirik dinamai kufur dan kadang kufur dinamai syirik.
Dan terkadang dibedakan, yaitu syirik penekanannya lebih kepada menyekutukan Allah Ta’ala dalam beribadah, adapun kufur bisa terjadi dengan pendustaan, penolakan, keraguan, berpaling, dan kemunafikan terhadap syari’at Allah Ta’ala. (Lihat Syarah Shahih Muslim, karya An Nawawi)
Permasalahan ini penting untuk diketahui karena akan menjawab pertanyaan di bawah ini.
Pertanyaan ke 4:
Apakah benar dosa yg satu ‘menghapuskan’ amalan2 kebaikan yg lain? Apakah benar berlaku hukum krn nila setitik rusak susu sebelanga (nila nya bukan syirik)?.
Jawaban untuk pertanyaan ke 4:
Ada sebuah dosa yang bisa menghapuskan seluruh amalan perbuatan, yaitu dosa syirik dan kekufuran:
{وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [الزمر: 65]
Artinya: “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. (QS. Az Zumar: 65)Pertanyaan ke 5:
Apakah wanita tersebut tidak ‘dihisap’ dulu? Maksudnya benar dia berdosa besar menghalalkan yg haram, tapi dia kan tidak syirik(mempersekutukan Allah). Bukankah tidak satupun manusia yg luput dari menzalimi dirinya? Walaupun berupa setitik nila. Jazakillah khair.
Jawaban untuk pertanyaan ke 5:
Yang harus dimengerti disini adalah, setiap manusia sampai orang kafir akan dihisab oleh Allah Ta’ala atas apa yang dia telah perbuat, kecuali yang dikecualikan Allah Ta’ala, yang dikecualikan adalah orang yang masuk surga tanpa hisab dan siksa. Allah Ta’ala berfirman:
{فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (102) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ (103) تَلْفَحُ وُجُوهَهُمُ النَّارُ وَهُمْ فِيهَا كَالِحُونَ (104) {أَلَمْ تَكُنْ آيَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ بِهَا تُكَذِّبُونَ (105)} [المؤمنون: 105-102]}
Artinya: “Barang siapa yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan”. “Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahanam”. “Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat”. “Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya?”. (QS. al Mu’minun: 102-105){وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ} [الأنبياء: 47]
Artinya: “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan”. (QS. Al Anbiya’: 47){ وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا } [الكهف: 49]
Artinya: “Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun”. (QS. Al Kahfi: 49)Ayat-ayat di atas memberikan penjelasan kepada beberapa hal:
1. Setiap manusia sampai kafir akan dihisab oleh Allah Ta’ala.
2. orang kafir yang mendustakan ayat-ayat Allah akan kekal di dalam neraka.
3. Dihisabnya orang kafir sebagai bentuk pendirian hujjah kepada mereka atas perbuatan mereka dan sebagai bentuk penunjukkan keadilan Allah terhadap mereka.
Jadi, kalau ada seseorang yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah Ta’ala, maka ia dihukumi kafir (dan sekali lagi, tentunya setelah ditegakkan hujjah atasnya) dan meskipun kafir dia tetap akan dihisab oleh Allah Ta’ala. Dan orang kafir yang mendustakan ayat-ayat Allah akan kekal di dalam neraka.
Pertanyaan ke 6:
Secara umum jenis syirik itu ada dua: Syirik Akbar (besar) dan Syirik Ashghar (kecil). Perbedaan antara syirik akbar dan syirik asghar adalah:
Syirik akbar. Syirik akbar menghancurleburkan seluruh amal ibadah pelakunya. Apabila dia meninggal dunia dalam keadaan berbuat syirik akbar maka tidak mendapat ampunan Allah Subhannahu wa Ta’ala. Pelakunya tergolong murtad dari Islam. Di akhirat kelak pelakunya akan kekal dalam neraka selama-lamanya.
Adapun contoh syirik ashghar adalah bersumpah dengan nama selain Allah, sebagaimana sabda Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam)
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ وَأَشْرَكَ
Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, maka ia telah kufur atau syirik. (HR Abu dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad)Syirik Asghar (kecil). Dosa syirik kecil tidak merusak seluruh amal ibadah. Pelakunya diampuni apabila Allah Subhannahu wa Ta’ala menghendakinya. Pelakunya tidak tergolong murtad dari Islam. Di akhirat kelak pelakunya tidak akan kekal dalam neraka selama-lamanya.
Jadi tindakan diatas tersebut termasuk syirik akbar atau syirik kecil/sedang ya? Mohon penjelasannya ustadz.. Jazakillah
Jawaban untuk pertanyaan ke 6:
Perlu didudukkan permasalahannya disini, yaitu memang benar pelaku dosa syirik kecil, tidak akan keluar dari agama Islam dan akan diampuni oleh Allah Ta’ala sesuai dengan kehendak-Nya.
Meskipun permasalahan ini (yaitu: syirik Ashghar termasuk dosa yang dibawah kekuasaan Allah untuk mengampuninya ataukah syirik kecil juga termasuk dosa yang tidak diampuni) masih diperbincangkan ulama, karena ada sebagian ulama yang menyatakan sampai syirik Ashghar tidak mendapat ampunan Allah Ta’ala. Karena Allah berfirman:
{إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ…} [النساء: 48]
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik…”. (QS. An Nisa’: 48)Coba perhatikan ayat ini, أَنْ يُشْرَكَ , huruf أَنْ dan yang setelahnya, dalam ilmu nahwu dimaknai sebagai kata mashdar (asal kata) yang kalau diartikan menjadi “dosa syirik”, dan dosa syirik disini bentuknya nakirah (yang tidak ditentukan) dalam redaksi peniadaan (yaitu tidak diampuni), berarti menunjukkan kepada keumuman, yang berarti dosa syirik apapun. Makanya sebagian ulama menyatakan samapi dosa syirik kecilpun masuk dalam surat An Nisa ayat 48 itu. (Lihat majmu’ fatawa wa rasail milik Ibnu Utsaimin rahimahullah)
Penjelasan di atas hanya sebagai tambahan saja, kembali ke pertanyaan…
Sedangkan tindakan di atas yaitu seorang wanita yang berpakaian tetapi telanjang, misalnya seorang wanita yang belum pakai jilbab meskipun sebagian besar tubuhnya ditutupi dengan pakaian, maka jenis perbuatan ini adalah dosa besar sebagaimana penjelasan yang disebutkan di atas, kecuali kalau dibarengi dengan keyakinan menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, maka jenis perbuatan ini adalah sebuah kekufuran. Dan sudah kita jelaskan di atas bahwa kekufuranpun akan mengakibatkan seseorang masuk ke dalam neraka dan kekal di dalamnya.
Jadi, perbuatannya wanita tersebut tidak ada hubungannya dengan syirik Akbar atau Ashghar.
Pertanyaan ke 7:
Yang masih sedikit belum jelas adalah tentang apa saja perbuatan/sikap/pandangan yang termasuk syirik besar/akbar sehingga termasuk kafir dan tidak terampuni dan kekal selamanya di neraka?
Apakah bila seseorang melakukan “salah satu” dari perbuatan HARAM (menghalalkan yang haram dan kita sudah tahu bahwa itu haram, yang artinya sudah menantang ALLAH yang artinya lagi ada kekuatan yang lebih besar dari ALLAh) seperti:
- merokok atau menjual rokok
– meminum atau menjual alkohol,
– riba (menyimpan uang di bank konvensional),
– mengikuti segala bentuk asuransi konvensianal baik asuransi kesehatan/pendidikan/kendaraan
– memproduksi atau menjual barang yang diduga kuat akan dikenakan untuk melakukan tindak kemaksiatan, seperti: menjual busana NON muslimah(celana jeans ketat,baju kaos lengan pendek,dll) atau menjual wewangian kepada orang yang akan menjadikannya sebagai pelengkap acara minum khamer atau perzinaan
– dll yang haram2 (melanggar syariah islam baik Qur’am dan hadist)
Nah,apakah jika seseorang melakukan ‘salah satu” dari perbuatan haram seperti contoh diatas atau perbuatan haram lainnya itu termasuk kafir yang menghapuskan semua amalannya yang lain, serta menyebabkan dia kekal di neraka? Jazakillah khair….
Jawaban untuk pertanyaan ke 7:
Perlu didudukkan disini suatu hal;
Tidak semua pelaku dosa kecil atau dosa besar berarti mereka telah menghalalkan dosa tersebut. Karena mungkin saja seseorang melakukan perbuatan riba tetapi tidak meyakini bahwa riba’ itu halal, bisa saja seseorang minum khamr atau menjual yang memabukkan tetapi tidak meyakini bahwa khamr itu halal, bisa saja orang berzina tetapi tidak meyakini bahwa zina itu halal, bisa saja seorang wanita tidak berjilbab tetapi tidak meyakini bahwa tidak berjilbab itu halal.
Jadi, harus dibedakan pelaku dosa dengan orang yang menghalalkan sebuah dosa. Dan tidak ada kelaziman antara keduanya.
Sedangkan kalau yang ditanyakan: apa saja perbuatan/sikap/pendangan yang termasuk syirik besar/akbar sehingga termasuk kafir dan …tidak terampuni dan kekal selamanya di neraka?
Maka jawabannya: harus dipahami dengan baik dan benar definisi dan perbandingan antara syirik dan kufur, sehingga bisa terjawab pertanyaan ini dengan baik dan benar pula. Dan sepertinya di atas sudah dijelaskan tentang permasalahan ini, tetapi tidak mengapa diringkas biar mudah dipahami dan sebagai penekanan:
1. Syirik penekanannya lebih kepada beribadah kepada selain Allah Ta’ala adapun kufur penekanannya lebih kepada pendustaan, keraguan, menolak atas syari’at Allah Ta’ala.
2. Berarti kekufuran lebih luas daripada kesyirikan kalau dilihat dari sebabnya.
3. Tetapi, kadang syirik juga dinamakan kufur dan kufur dinamakan syirik, dalil-dalilnya silahkan lihat dan perhatikan penjelasan sebelumnya.
4. Memang ada kaum yang menggabungkan antara kekufuran dengan kesyirikan yaitu kaum ahli kitab. Kafir karena menolak kebenaran dan syirik karena menyekutukan Allah dalam ibadah dengan selain-Nya. Perhatikan firman Allah berikut ini:
( وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ . اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ ) التوبة/30، 31 .
Artinya: “Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?”. “Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At Taubah: 30-31)Di dalam ayat ini Allah mensifati orang Yahudi dan Nashrani musyrik karena perbuatan mereka yang beribadah kepada selain Allah Ta’ala, sedangkan di dalam suart Al Bayyinah ayat 1, Allah mensifati mereka dengan kekufuran;
( لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ ) البينة/1 .
Artinya: “Orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata”. (QS. Al Bayyinah: 1)Terakhir…
Jadi, jika kita misalkan, kalau ada seorang wanita tidak berjilbab, maka wanita tersebut telah melakukan dosa besar, sebagaimana dalam hadits di atas, sedangkan jika ada wanita yang tidak berjilbab dan meyakini jilbab tidak wajib, berarti terdapat suatu penghalalan apa yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, maka perbuatan ini dikatakan sebagai sebuah kekufuran, tentunya kekufuran ini tidak serta merta disematkan kepada wanita tesebut, karena harus ada iqamat al hujjah (pendirian alasan) kepada wanita tersebut, kenapa dia melakukan ini?, apakah benar dia meyakini ini? Apakah dia tidak tahu hukum ini? dsb.
Dan seluruh penjelasan di atas, kalau kita mengambil pendapat yang menyatakan bahwa wanita yang berpakaian tetapi telanjang itu menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah Ta’ala.
Dan ada lagi yang berpendapat, bahwa maksud hadits di atas adalah wanita yang berpakaian tetapi telanjang tersebut bukan golongan pertama yang masuk surga dikarenakan dosanya, meskipun dia nantinya akan masuk surga tentunya karena kemurahan dan rahmat dari Allah Ta’ala. Wallahu a’lam
Saya berdoa dengan Nama-nama Allah Yang Husna dan Sifat-sifat-Nya yang ‘Ulya semoga Allah selalu membimbingkan kita dan seluruh kaum muslim untuk lebih taat dan patuh atas perintah-perintah-Nya, sehingga tidaklah ajal menjemput kecuali kita bisa mengucapkan kalimat agung: لا إله إلا الله
Wallahu a’lam.
Ahmad Zainuddin
Selasa, 1 Jumadal Ula 1432H
Dammam, KSA
Artikel: Moslemsunnah.Wordpress.com
Jammin' Jars Casino Has Arrived in Las Vegas, NV
ReplyDeleteThe Jammin' Jars Casino in Las Vegas is 거제 출장마사지 located in the city center of 고양 출장안마 Las Vegas, Nevada. The 전주 출장안마 Jammin Jars 김해 출장샵 Hotel & 전라북도 출장마사지 Casino is located